DISUSUN
OLEH :
YUSRIANI
210240032
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PAREPARE
2013
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas hidayah dan rahmat ilmu serta kekuatan dari
Ilahi Rabbi yang telah dicurahkan kepada penyusun makalah ini sehingga makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam juga tetap tercurahkan
kepada Rasulullah beserta junjungannya karena keindahan budi pekerti yang
menjadi suri tauladan kita.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum
mencapai ekspektasi yang diharapkan. Namun penulis mengharapkan semoga makalah
ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hampir
seluruh media massa nasional pada minggu ketiga dan keempat Juli 2004 menulis
mengenai penderitaan warga Teluk Buyat. Nama Buyat mencuat setelah munculnya
keluhan penyakit yang diduga Minamata yang diderita sejumlah warga di Desa
Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Penyakit minamata merupakan sebuah penyakit
yang disebabkan oleh cemaran merkuri di sebuah tempat bernama sama di Jepang.
Peristiwa di Teluk Buyat diakibatkan karena adanya cemaran merkuri yang diduga
berasal dari operasi sebuah perusahaan tambang emas asing PT Newmont Minahasa
Raya (NMR).
Akibat
kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR),
ekosistem perairan laut di teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000 ton
tailing setiap hari. Bukan saja itu, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat
yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut dan harus bertahan hidup di
wilayah tersebut karena tekanan kemiskinan harus menerima akibat dari
pencemaran dan perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat. Terkontaminasi logam
berat arsen, lahan tangkapan ikan berpindah jauh ketengah laut, yang semuanya
itu menurunkan kualitas hidup sebagian masyarakat Desa Buyat tepatnya
masyarakat di dusun V Desa Buyat Pante. Pencemaran Teluk Buyat adalah bentuk
bencana ekologis yang merupakan suatu bukti tidak bertanggungjawabnya kita
melindungi bumi Sulawesi Utara sebagai tempat tinggal dan hidup. Perusakan
ekosistem laut akibat timbunan tailing yang mengandung logam-logam berat yang
mengkontaminasi biota dan bahkan meracuni masyarakat sekitar yang bermukim di
sekitar “point source” yang sangat menggantungkan hidupnya dari hasil laut
perairan tersebut. Barangkali kontaminasi itupun telah tersebar di sebagian
masyarakat Sulawesi Utara melalui ikan-ikan yang telah dikonsumsikan karena
dampak pencemaran ini secara ekologi akan melintasi wilayah administrasi
suatu wilayah. Pencemaran logam berat terutama logam arsen dan logam merkuri
oleh PT. NMR sudah jelas-jelas terbaca pada laporan-laporan RKL/RPL dan sejak
tahun 2000 semua itu sudah terlihat, namun masih saja dianggap perusahaan
raksasa ini tidak melakukan pencemaran di perairan Teluk Buyat.
B. Analisis
Situasi
Desa
Buyat Pantai dan Ratatotok terletak di Kecamatan Ratatotok,
Kabupaten Minahasa Selatan, Propinsi Sulawesi Utara. Desa ini terkenal dengan tambang emas. PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR) adalah perusahaan kontrak karya pertambangan emas yang berlokasi di Kabupaten Minahasa Selatan dan Kabupaten Bolaang Mongondow, Propinsi Sulawesi Utara dan telah beroperasi sejak bulan Maret 1996.
Kabupaten Minahasa Selatan, Propinsi Sulawesi Utara. Desa ini terkenal dengan tambang emas. PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR) adalah perusahaan kontrak karya pertambangan emas yang berlokasi di Kabupaten Minahasa Selatan dan Kabupaten Bolaang Mongondow, Propinsi Sulawesi Utara dan telah beroperasi sejak bulan Maret 1996.
Berdasarkan
dokumen Amdal, PT. Newmont Minahasa Raya merupakan perusahaan tambang yang
diperkenankan memanfaatkan dasar laut sebagai media untuk menempatkan tailing
yang dihasilkan dari proses penambangan. Dampak penting dari sistem ini adalah
pengendapan dan penimbunan yang timbul akibat penempatan tailing didasar laut
(Submarine Tailing Disposal/STD).
Komposisi
bahan kimia tailing pada tingkat tertentu dapat menyebabkan
pencemaran perairan yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan apabila tidak dikelola dengan baik sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Di samping itu juga dapat menyebabkan rusaknya sumberdaya ikan di sekitar lokasi pembuangan tailing. Dampak penting yang terjadi di daerah pertambangan yang menggunakan STD adalah penutupan daerah dasar perairan dan bioakumulasi logam. Selain itu, di desa Raratotok banyak terdapat penambangan emas rakyat yang menggunakan merkuri untuk pengolahannya. Limbah penambangan emas rakyat tersebut dibuang ke tanah dan sungai yang bermuara ke perairan di sekitar Teluk Totok. Dampak kegiatan PT. NMR dan adanya penambangan emas rakyat tersebut meliputi
antara lain aspek fisik, biologi dan kimia perairan laut yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi kesehatan manusia melalui rantai makanan.
pencemaran perairan yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan apabila tidak dikelola dengan baik sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Di samping itu juga dapat menyebabkan rusaknya sumberdaya ikan di sekitar lokasi pembuangan tailing. Dampak penting yang terjadi di daerah pertambangan yang menggunakan STD adalah penutupan daerah dasar perairan dan bioakumulasi logam. Selain itu, di desa Raratotok banyak terdapat penambangan emas rakyat yang menggunakan merkuri untuk pengolahannya. Limbah penambangan emas rakyat tersebut dibuang ke tanah dan sungai yang bermuara ke perairan di sekitar Teluk Totok. Dampak kegiatan PT. NMR dan adanya penambangan emas rakyat tersebut meliputi
antara lain aspek fisik, biologi dan kimia perairan laut yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi kesehatan manusia melalui rantai makanan.
Berdasarkan
informasi awal dari tim Departemen Kesehatan yang
berkunjung ke lokasi, dari 180 warga Desa Buyat Pantai telah ditemukan 30 warga desa tersebut yang mempunyai keluhan gatal-gatal di beberapa bagian tubuh, dermatitis, Infeksi Saluran Pernafasan Atas, dan munculnya benjolan di beberapa bagian tubuh seperti wajah, tangan, kaki, dan leher.
berkunjung ke lokasi, dari 180 warga Desa Buyat Pantai telah ditemukan 30 warga desa tersebut yang mempunyai keluhan gatal-gatal di beberapa bagian tubuh, dermatitis, Infeksi Saluran Pernafasan Atas, dan munculnya benjolan di beberapa bagian tubuh seperti wajah, tangan, kaki, dan leher.
A. Peristiwa
Teluk Buyat
Teluk
Buyat yang berada di Minahasa, Sulawesi Utara adalah lokasi pembuangan limbah
tailing atau lumpur sisa tambang PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
Kelompok-kelompok sipil menuduh bahwa Newmont telah membuang 5,5 juta ton
merkuri dan arsenik-sarat limbah ke teluk selama 8 tahun masa operasinya.
Newmont telah membantah tuduhan tetapi mengakui melepaskan 17 ton limbah
merkuri ke udara dan 16 ton ke dalam air selama lima tahun, jumlah yang
dikatakan jauh di bawah standar emisi di Indonesia.
Pada
Tahun 1997 PT.NMR memasang alat pengolah bijih tambang yang mengandung merkuri
yang tinggi. Menurut Kepala Dinas Pertambangan Sulut, R.L.E Mamesah, alat ini
sengaja dipasang untuk menarik emas yang terbungkus mineral lain, terutama
merkuri yang memang sudah ada di alam. Proses ekstraksi emas pada badan bijih
yang ditambang menghasilkan limbah halus atau tailing. Metode pelepasan emas
ini menggunakan senyawa sianida. Adapun beberapa jenis logam berat yang ikut
terangkat dari perut bumi adalah Hg (merkuri), As (Arsen), Cd (Cadmium), Pb
(timah) dan emas itu sendiri. Dari proses pengolahan tersebut tentu saja hanya
bijih emas yang diambil, dan logam berat yang lain tentu saja dialirkan menjadi
limbah halus melalui pipa tailing ke Teluk Buyat.
Akhir
Juli 1998 warga Buyat Pante dikejutkan dengan bocornya pipa limbah PT NMR.
Manajemen PT NMR hanya menjelaskan bahwa pipa limbah bawah laut yang bocor itu
pada sambungan flens di kedalaman 10 meter. Penyebabnya terjadi penyumbatan
saluran pipa pada 25 Juni dan 19 Agustus 1998 akibat kuatnya tekanan air. Agar
saluran dapat berfungsi dengan baik dan dibersihkan pipa limbah di isi dengan
air bor dan diberi tekanan udara. Kerugian yang di derita oleh perusahaan yang
diperkirakan USS 4,9 juta – (Rp. 52 Miliar), namun tidak pernah menyentil sama
sekali apa akibat bocornya pipa tersebut terhadap kelangsungan kehidupan biota
laut dan manusia yang ada di sekeliling pipa bocor tersebut.
Hasil
kajian kelayakan pembuangan limbah tailing ke Teluk Buyat yang dilaksanakan
oleh Pusat Infomasi Aktif Pendidikan Lingkungan Hidup dan Universitas Sam
Ratulangi tahun 1999 menyatakan Beberapa ancaman limbah tambang yang dibuang ke
dasar laut sebagai berikut:
(1)
Limbah lumpur di dasar perairan akan memberikan dampak buruk bagi organisme
benthos dan jenis biota laut lainnya,
(2)
Elemen kimia toksik seperti arsenic, cadmium, mercury, lead, nickel dan sianida
dapat merusak ekosistem laut. Lebih berbahaya elemen-lemen kimia yang bersifat
karsinogenik terakumulasi dalam rantai makanan yang akhirnya tiba pada manusia.
Penempatan
limbah tailing di perairan Teluk Buyat telah mengakibatkan perubahan bentuk
bathimetri perairan Teluk Buyat, dimana dari hasil pengukuran ketebalan
sendimen diperoleh bahwa telah terjadi tumpukan deposisi limbah tailing pada
kedalaman 80-90 meter atau di sekitar Anus Pipa Buangan terdapat limbah tailing
setebal 10 meter. Limbah Tailing yang terdeposisi memenuhi hampir semua tempat
di dasar laut mulai dari kedalaman > 60 meter ini berarti telah terjadi
selisih kedalaman 10 meter. Tailing tidak membentuk tumpukan melainkan menyebar
ke tempat lain.
Perairan
Teluk Buyat dalam kurun 1997 – 1999 yaitu dari 5 derajat (8,9%) menjadi 2,2
derajat (3,8%) atau telah mengalami perubahan kemiringan lerengnya. Melihat
kemiringan bentang lahan perairan Teluk Buyat menunjukkan bahwa lokasi tidak
layak untuk dilewati pipa pembuangan limbah tailing memiliki kriteria
kemiringan sebesar 10-20 derajat.
Pipa
pembuangan limbah tailing PT. NMR berada pada lapisan zona termoklin yaitu 82
meter (tahun 2000 sudah menjadi 70 meter) memungkinkan untuk naiknya
partikel-partikel tailing serta ikutannya untuk mencemari area produktif
perairan di teluk Buyat. Ini dibuktikan dengan hasil pengukuran konsentrasi
logam Arsen (As) di sendimen di tiga lokasi yaitu: Teluk Totok, Teluk Buyat dan
P. Kumeke-Kotabunan sudah berada di di atas ambang batas Baku Mutu Air Laut
untuk Biota Laut (budidaya perikanan) Kep.02/MENKLH/1988 dimana nilai ambang
batasnya adalah <0,01>.
Dengan
berubahnya kemiringan bentang lahan di perairan di Teluk Buyat dan melihat
hasil pengukuran dengan logam Arsen di tiga lokasi pengambilan contoh air,
sedimen dan biota, mengindikasikan adanya transportasi partikel-partikel
tailing pada kedalaman 20 meter. Dan hasil pengukuran yang dilakukan pada 10
ekor ikan diperoleh bahwa hati dan perut ikan adalah target organ yang
mengakumulasi logam Arsen tertinggi, yaitu sekitar 2,777-51,365 ppb,
konsentrasi logam besi terakumulasi paling banyak pada daging ikan yaitu
sekitar 1,03 – 1,86 ppm sedangkan hati dan perut ikan diperoleh konsentrasi
logam besi sekitar 0,07 – 0,63 ppm. Dan basil pengukuran konsentrasi logam
berat (Arsen, Cadmium dan Merkuri) diperoleh bahwa biota yang ditangkap dari
perairan Teluk Buyat rata-rata sudah terkontaminasi oleh ketiga logam berat
tersebut. Air raksa (mercury), Cadmium (Cd), Arsen (As) adalah jenis logam yang
apabila terkonsumsi oleh manusia pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan
efek terhadap kesehatan.
Untuk
mengetahui sejauh mana kontaminasi/pencemaran material B3 (khususnya Hg dan As)
yang terkandung dalam Tailing PT NMR yang dibuang ke laut, tahun 2000, Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi Sulut) melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap 20
orang warga Buyat Pante. Hasil pengukuran konsentrasi arsenic dan mercury dalam
darah 20 orang warga Buyat Pante oleh speciality Laboratories dibawah tanggung
jawab James B Peter MD PhD, diperoleh bahwa dari 20 orang yang diambil
darahnya, 18 orang telah memiliki konsentrasi arsenic dalam darah di atas
reference range (>11,0 mcg/L) dan 1 orang memiliki konsentrasi arsenic sama
dengan 11 mcg/L ‘Toxic range’ untuk arsen adalah <100>
pembuangan limbah tailing ke laut
pembuangan limbah tailing ke laut
Tailing
merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih
logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga. Tailing dihasilkan dalam jumlah
yang luar biasa besar dari segi volume, mengingat dalam satu ton tanah yang
mengandung bijih emas, hanya terdapat 0,001 ton emas murni. Dapat dibayangkan,
akan tersisa 0,999 ton tanah (yang dikenal sebagai tailing), serta membutuhkan
penanganan lanjut setelah kegiatan penambangan tersebut.
Tailing
tidak hanya berisi tanah dan batuan, namun juga mengandung unsur-unsur logam
berat lainnya yang tidak ekonomis untuk diekstraksi dari kawasan pertambangan
tersebut, seperti aluminium (Al), antimony (Sb), dan timah (Sn). Sesungguhnya
logam-logam ini terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas dan rendah dalam
tailing, namun volume tailing yang sangat besar menjadikan kuantitas yang ada
akan cukup besar, serta dapat memberikan dampak negatif jika dibuang tanpa pengolahan
yang tepat sebelumnya.
Merkuri
dan arsen berasal dari bahan kimia yang ditambahkan selama proses
pengekstraksian bijih emas yang dilakukan. Senyawa arsenik digunakan sebagai
bahan tambahan untuk mengikat emas dengan lebih baik (senyawa amalgam) dalam
kadar yang lebih tinggi. Namun setelah emas terikat pada arsen, dilakukan
proses pemanggangan bijih emas yang terikat arsen.
Saat
proses pemanggangan, arsen akan terlepas sebagai gas dan terjadi reduksi
konsentrasi arsen dalam bijih tersebut. Proses pengolahan gas buang hasil
pemanggangan dilakukan dengan penyemprotan (scrubbing) pada alat pengendali
pencemaran udara. Air yang berperan sebagai scrubber dalam proses tadi masih
membutuhkan penanganan lebih lanjut sebelum dibuang ke laut bersama sisa
tailing yang ada.
Senyawa
merkuri juga digunakan sebagai senyawa amalgam untuk emas (membantu pengikatan
emas) dalam tailing yang akan diekstraksi. Tailing yang mengandung bijih emas
akan terikat bersama merkuri. Untuk mengurangi kadar merkuri pada pengolahan
tailing tersebut, umumnya dilakukan pemerasan dengan menggunakan fabric filter.
Merkuri sisa perasan yang tersisa dalam bentuk cair tersebut, juga harus diolah
lebih lanjut. Kandungan merkuri dan arsen yang terdapat dalam tailing juga
harus diperhatikan, mengingat recovery percentage dari arsen maupun merkuri tidak
akan pernah mencapai 100 %.
Pembuangan
limbah tailing ke laut (Sub Marine Tailing Disposal) dimulai di Teluk Buyat,
Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara pada bulan Maret 1996. Ketika pertama kali
tailing dialirkan ke kedalaman 82 meter dan jarak 900 meter tepi pantai,
beberapa perisitiwa yang merugikan masyarakat setempat terjadi. Rangkaian
peristiwa matinya ikan-ikan terjadi setelah Maret 1996 tailing (limbah lumpur
tambang) dialirkan ke laut. Penduduk juga melihat bahwa laut semakin keruh dan
ikan-ikan sulit didapat. Nener (benih bandeng) hilang dan ikan tangkapan sejak
tahun 1997 tinggal 13 jenis ikan saja (hasil pemetaan partisipatif masyarakat
dan Walhi Sulut, 2000).
B. Penelitian
terkait peristiwa teluk buyat
Penelitian
pertama dilakukan oleh tim yang dikenal dengan sebutan Tim Independen.
Penelitian ini dibiayai oleh PT. NMR. Hasil penelitian tersebut, yang
diantaranya menyimpulkan terjadinya pencemaran logam berbahaya pada sedimen,
plankton dan jaringan ikan. Namun PT.NMR menolak hasil tersebut dan menyatakan
metodologi penelitian tersebut tidak valid dan kurang memadainya peralatan
laboratoriun di Universitas Sam Ratulangi. PT.NMR dan Pemda Sulawesi Utara
menginisiasi penelitian klarifikasi dan menamakan sebagai Tim Terpadu.
Beberapa
penelitian yang dilakukan sejak 1999 hingga 2004 kini, antara lain:
1. Logam
Berbahaya pada Sedimen dan Ikan
Laporan Tim Independen
(1999), Kajian Kelayakan Pembuangan Tailing, penelitian WALHI-Dr. Joko Purwanto
(2002), dan laporan Pusarpedal-KLH (2004) menunjukkan pada organ ikan (daging,
hati dan perut) telah tercemar logam berat, khususnya Arsen (As), merkuri (Hg),
dan Sianida (CN). Penelitian-penelitian tersebut diatas, ditambah laporan
penelitian Evan Edinger,dkk (2004), laporan Survey P2O-LIPI (2001), dan laporan
Tim Terpadu (2000) menunjukkan bahwa beberapa jenis logam berat terdapat dalam
konsentrasi yang cukup tinggi di Teluk Buyat. Konsentrasi tertinggi, khususnya
As, Sb, Mn, dan Hg ditemukan disekitar pipa tailing. Ddibandingkan dengan Teluk
Buyat, konsentrasi logam-logam berat tersebut di Perairan Totok relatif lebih
rendah kecuali untuk logam merkuri (Hg).
a) Logam
Berbahaya Pada Ikan di Perairan Buyat
Pada
laporan salah satu analisa dokumen RKL/RPL oleh Bapedal/KLH ditemukan sampel
ikan Lamontu yang mengandung 22,7 mg/kg arsen, ikan kapas-kapas yang mengandung
5,33 mg/kg merkuri (toleransi WHO 30 mcg/kg). Berdasarkan Kajian Kelayakan
Pembuangan Tailing Ke Laut (PPLH-SA Unsrat dan Bapedal) menemukan pada 10 ekor
ikan sampel yang dianalisa, diperoleh hati dan perut ikan merupakan organ yang
mengakumulasi logam Arsen tertinggi, yaitu sekitar 2,772 ppb – 5,1365 ppb,
konsentrasi logam besi (Fe) terakumulasi paling banyak pada daging ikan, yaitu
sekitar 1,03 – 1,86 ppm, sedangkan pada hati dan perut ikan diperoleh
konsentrasi logam besi sekitar 0,07 – 0,63 ppm. Dan hasil pengukuran
konsentrasi logam berat (Arsen, Kadmiun, dan Merkuri) diperoleh bahwa biota
yang ditangkap dan perairan Teluk Buyat rata-rata sudah terkontaminasi oleh ketiga
logam berat tersebut.
Hasil
riset Penelitian WALHI- Dr. Joko Purwanto (2002) menemukan dampak penambangan
di hulu aliran sungai Buyat dan penempatan tailing PT.NMR di Teluk Buyat telah
merubah kondisi ekosistem perairan Teluk Buyat. Distribusi komunitas hewan
benthos, zooplankton, dan fitoplankton menjadi tidak normal (dilihat dari
analisa log normal). Hal ini menunjukkan bahwa Teluk Buyat telah tidak sehat
lagi bagi ekosistem perairannya atau telah terjadi penurunan kualitas
lingkungan/ pencemaran lingkungan yang berat.
Hasil
riset juga menunjukkan bahwa penambangan rakyat yang telah terhenti sejak 10
tahun lalu merubah ekosistem perairan Teluk Ratatotok. Distribusi hewan benthos
(dasar laut) menjadi tidak normal sedangkan bagi zooplankton dan fitoplankton
masih bersifat distribusi normal.
Dari
hasil kajian perbandingan kualitas biodiversitas perairan antara wilayah Teluk
Buyat dan Teluk Ratatotok diambil kesimpulan bahwa dasar perairan Teluk Buyat
mengalami pencemaran lebih berat dibandingkan dengan Teluk Ratatotok.
Kajian
toksisitas Sianida (CN) dan Kadmium (cd) pada biota laut menujukkan biota laut
di Teluk Buyat (lokasi pembuangan tailing) menerima paparan (tercemar) lebih
berat dibandingkan dengan di Teluk Ratatotok (lokasi bekas tambang rakyat).
b) Logam
Berbahaya Pada Sedimen
Dari
laporan sejumlah penelitian ditemukan konsentrasi beberapa logam berbahaya,
diantaranya As, Hg, Sb, Mn dan Siandia (CN) di Perairan Teluk Buyat relatif
lebih tinggi dibandingkan perairan lain. Konsentrasi tertinggi umunya ditemukan
di sekitar pipa tailing hingga radius sekitar 1 kilometer (sebanding dengan
radius sebaran gundukan tailing yang dilaporkan). Logam As, dan Hg pada
beberapa penelitian dibawah berada pada konsentrasi yang cukup
mengkhawatirkan.Konsentrasi Mangan (Mn) di mulut pipa tailing 3 kali lipat
rata-rata diperairan (P2O LIPI, 2001).
Dari
beberapa data hasil penelitian, Pusarpedal-LH (2003) berkesimpulan bahwa
konsentrasi logam berat dalam sedimen di lokasi pembuangan tailing relatif
cukup tinggi, khususnya merkuri (Hg) dan Arsen (As). Hal ini dimungkinkan
karena keberadaan kedua logam tersebut sudah ada di alam dan dengan adanya
proses ekstraksi maka merkuri maupun arsen akan terlarut dalam proses
pelindian, yang selanjutnya di proses detoksifikasi membentuk endapan HgS dan
terakumulasi di dalam sedimen, sehingga kadar logam tersebut di sekitar daerah
pembuangan taliling relatif cukup tinggi.
Laporan
penelitian WALHI-Dr. Joko Purwanto (2002) Pada 3 wilayah dampak (Teluk Buyat,
Sungai Buyat Hilir dan Teluk Totok) menyebutkan senyawa Sianida (CN) pada
sedimen keseluruhan wilayah dampak telah melampaui ambang batas toleransi (2-4
kali atau 200%-400%). Sianida (Cn) yang bersifat toksik penyebarannya tertinggi
di wilayah Sungai Buyat dan kemudian di wilayah mulut pipa tailing dan wilayah
Totok (Sungai dan Teluk Totok). Keberadaan Cn juga ditemukan pada tubuh sampel
hewan laut dasar (cacing laut, crustacea) yang hidup di ketiga wilayah sampel
tersebut. Penemuan Cn pada sedimen yang cukup tinggi dan juga pada hewan laut
bertolak belakang dengan pernyataan PT.Newmont dalam studi AMDAL. Disebutkan
dalam studi AMDAL bahwa Sianida akan menguap dengan adanya penetrasi cahaya
matahari dan tidak akan diakumulasi oleh hewan laut.
Yang
juga menarik pada hasil penelitian ini adalah ditemukannya Cn pada sedimen di
titik-titik sampel di Sungai Totok Hilir dan Sungai Buyat Hilir. Dapat diduga
bahwa telah terjadi rembesan atau aliran permukaan senyawa Sianida Cn ke sungai
Buyat Hilir dan Sungai Totok Hilir. Cn merupakan senyawa yang tidak terdapat
secara alami dan identik digunakan dalam proses pemisahaan emas PT.NMR.
Konsentrasi
logam berbahaya (Hg, As, Cd) pada sebagian titik sampel telah melewati ambang
batas dan sebagian lain masih mendekati atau di bawah ambang batas. Secara
umum, logam berbahaya Cadmium (Cd), Raksa (Hg), dan Arsen (As) pada ketiga
wilayah dampak rata-rata mendekati baku mutu. Wilayah Ratatotok mempunyai kadar
Cd yang lebih tinggi dari wilayah lainnya. Sebaliknya, willayah Teluk Buyat
sepanjang pipa tailing mempunyai kadar Hg lebih tinggi dibanding di Teluk Totok
dan Sungai Buyat Hilir. Logam Arsenik (As) dan Raksa (Hg) memiliki kesamaan
pola penyebaran. Konsentrasi As dan Hg relatif lebih tinggi ditemukan di
wilayah Sungai dan Teluk Buyat dibanding perairan Totok.
2. Penelitian
Heavy Metal Contamination Of Reef Sediment
Dari
hubungan antar logam ditunjukkan bahwa logam Arsenik (As) dan Antimon (Sb)
merupakan indikator yang tepat atas sedimen tailing, sementara Copper (Co),
Cobalt (Co), dan Chrome (Cr) indikator yang konsisten dari sedimen fluvial
(sedimen pada sungai). Sedimen tailing memiliki konsentrasi yang sangat tinggi
pada dua logam ini, > 660 ppm As, dan > 550 ppm Sb. Konsentrasi merkuri
(Hg) memiliki dua puncak konsentrasi tertinggi –satu di ujung pipa tailing (stasiun
BY 001, sekitar 5 ppm), dan satu di sedimen lumpur Teluk Totok (stasiun BY 013,
sekitar 10 ppm). Iron(Fe), Titanium (Ti) dan Mangan (Mn) paling banyak
ditemukan di keseluruhan stasiun pengamatan.
Rasio
antar logam menunjukkan sejumlah lokasi karang di Teluk Buyat mengandung
sedimentasi dari tailing dengan jumlah yang signifikan. Beberapa lokasi terumbu
karang ini memiliki kandungan siliciclastic yang relatif rendah pada
sedimennya, mengindikasikan bahwa hampir keseluruhan fraksi non-carbonate pada
sedimen berasal dari tailing, dan bukan dari sedimen fluvial.
Mayoritas
laporan penelitian tersebut menemukan konsentrasi tertinggi sejumlah logam
berat, --terutama As, Sb, Mn, Hg dan senyawa Sianida secara konsisten ditemukan
di sekitar pipa tailing di Teluk Buyat. Penelitian Evan Edinger,dkk menunjukkan
konsentrasi As dan Sb yang tertinggi berada di dekat mulut pipa. Logam As dan
Sb merupakan logam perunut (metal tracers) yang konsisten sebagai indikator
sedimen tailing. Khusus untuk logam merkuri (Hg), penelitian ini menemukan
konsentrasi tertinggi terletak pada 2 lokasi, yakni di dekat mulut pipa tailing
di Teluk Buyat dan di muara Sungai Totok.
Penelitian
Pusarpedal-LH (Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan – Lingkungan Hidup)
menemukan konsentrasi tertinggi logam Antimon (Sb) dan Arsen tertinggi berada
di Perairan Teluk Buyat (stasiun C sekitar 1 kilometer depan pipa tailing dan
BB6 di laut luar sekitar 3 kilometer depan Teluk Buyat). Konsentrasi kedua
logam tersebut (As, dan Sb) di Perairan Totok relatif lebih rendah dibanding di
Teluk Buyat.
Pemantauan
Pusarpedal-KLH juga menemukan konsentrasi Hg, baik di sedimen dan air, di
wilayah Teluk Buyat lebih tinggi dibandingkan di Teluk Totok. Konsentrasi Hg
yang lebih tinggi di Perairan Buyat dibandingkan Perairan Totok juga
ditunjukkan oleh laporan penelitian WALHI-Dr. Joko Purwanto (2002).
Konsentrasi
Sianida yang tinggi di Teluk Buyat, dan Sungai Buyat berasal dari aktivitas
PT.Newmont Minahasa Raya, baik melalui pipa tailing maupun rembesan di darat
(lokasi tambang). Sumber Sianida (CN) juga berasal dari rembesan di darat
(tambang NMR) diidarat diindikasikan dari konsentrasi Sianida yang relatif
tinggi di Sungai Buyat dan juga Sungai Totok.
A. Ruang
Lingkup
Dalam
makalah ini, yang menjadi batasan-batasan atau ruang lingup dalam kasus
pencemaran teluk buyat di antaranya minamata di Teluk Buyat, peristiwa Teluk
Buyat, pembuangan limbah tailing ke laut, Penelitian terkait peristiwa teluk
buyat, serta tindak lanjut permasalahan Teluk Buyat.
B. Tujuan
1. Tujuan
umum :
Tujuan
yang hendak dicapai adalah terselenggaranya upaya penanganan baik dalam aspek
kesehatan, sosial dan rehabilitasi ekosistem dan biota laut.
2. Tujuan
khusus :
a) Terpenuhinya
keadilan bagi masyarakat
b) Terselenggaranya
kebutuhan pangan dan gizi korban
c) Terpenuhinya
tuntutan korban terhadap PT NMR
d) Terpenuhinya
rehabilitasi ekosistem laut tercemar dan biota laut yang ikut terkontaminasi
sebagai mata pencaharian masyarakat setempat.
e) Terpenuhinya
pelayanan kesehatan yang memadai dan
sesuai dengan kebutuhan korban.
f) Terpenuhinya
upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit baik yang di akibatkan oleh bahan
kimia cemaran PT NMR maupun akibat yang akan di timbulkan kedepan.
C. Sasaran
Sasaran
peristiwa pencemaran teluk buyat diantaranya adalah :
1. Khalayak
yang ada di dalam perusahaan PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR) dan yang
berada di luar perusahaan
2. Masyarakat
yang berada di sekitar teluk buyat
3. Masyarakat
yang memanfaatkan teluk buyat untuk kebutuhan dan mata pencaharian sehari-hari
4. Petugas
kesehatan yang berada di teluk buyat.
5. Organisasi
dan sukarelawan yang terkait dalam penanganan pencemaran teluk buyat.
D. Defenisi
operasional
1. Biota adalah keseluruhan kehidupan yang ada pada satu wilayah
geografi tertentu dalam suatu waktu tertentu.
2. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan
utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup
3.
Dampak
lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;
4.
Karsinogenik adalah sifat
mengendap dan merusak terutama pada organ paru-paru karena zat-zat yang
terdapat pada rokok. Sehingga paru-paru menjadi berlubang dan menyebabkan
kanker.
5. Kerusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan
langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan
berkelanjutan;
6. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan
7. Lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain;
8. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
9. Sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan
material organik yang melayang-layang di dalam air, udara, maupun yang
dikumpulkan di dasar sungai atau laut oleh pembawa atau perantara alami lainnya.
10. Tailing
merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih
logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga.
BAB
II
KEBIJAKAN
Kebijakan
terkait penanganan kasus pencemaran teluk buyat di antaranya adalah sebagai
berikut :
1. Pembentukan
Tim Penanganan Kasus Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup di Desa
Buyat Pante dan Desa Ratatotok Timur Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi
Sulawesi Utara berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 97
Tahun 2004, Keputusan MENLH No. 191
tahun 2004. Tim ini dikenal dengan nama Tim Terpadu. Aspek lingkungan yang
diteliti oleh Tim Terpadu meliputi antara lain; kualitas air laut, sungai, air
tanah, air minum; kandungan logam berat di dalam ikan, biota laut lainnya, dan
bahan makanan utama lainnya; biodiversitas ikan, benthos, plankton; pola arus;
lapisan termoklin; dan teknologi pengolahan yang digunakan oleh PT. Newmont
Minahasa Raya (NMR).
2.
Gugatan perdata
terhadap PT. NMR telah diserahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan
Nomor : 94/Pdt.G/2005/PN.JAKSEL, tanggal 9 Maret 2005.
3.
PT. NMR
tidak hanya menyangkut dengan jumlah nominal terhadap masyarakat saja,
melainkan kompensasi atas alam yang telah dicemari, yakni dengan melakukan
rehabilitasi yang sebaik-baiknya. Sehingga dikemudian hari lingkungan yang
telah ditambang (dieksploitasi), minimal mendekati kondisi sebelum ditambang.
BAB III
PENANGANAN MASALAH
Dengan Merebaknya dugaan pencemaran
logam-logam berat perairan Teluk Buyat di Minahasa Selatan Sulawesi Utara di
berbagai media massa, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan para stakeholder
perlu mengambil langkah-langkah yang tepat dengan penekanan pada
prinsip-prinsip kehati-hatian (precautionary principles) dalam penanganan kasus
ini. Beberapa langkah penanganan yang harus segera dilakukan adalah:
1. Departemen
Kesehatan menentukan jenis penyakit yang diderita oleh warga dan melakukan
pengobatan dan bila perlu pencegahan.
2. Membentuk
tim untuk melakukan penyelidikan terpadu yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim
Teknis. Tim ini beranggotakan instansi pemerintah terkait, pemerintah daerah,
LSM, perguruhan tinggi, dan pakar. Tim terpadu tingkat pusat akan bekerjasama
dengan Tim Independen ditingkat Daerah.
3. Memberikan
informasi kepada masyarakat secara terus menerus
4. Penegakan
hukum terhadap pihak yang melanggar.
Dari kajian
hukum yang dilakukan diperoleh cukup bukti bahwa PT NMR melakukan beberapa
pelanggaran perizinan:
1.
Pelanggaran terhadap syarat izin usaha
yang diindikasikan dengan pelanggaran terhadap RKL/RPL,
2.
Pelanggaran terhadap izin pengelolaan
tailing sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3),
3.
Pelanggaran atas izin pembuangan limbah
tambang (dumping tailing)
ke laut dan pelanggaran itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam dengan pasal 43 UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
ke laut dan pelanggaran itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam dengan pasal 43 UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yang
tidak kalah penting, karena perbuatan pidana tersebut dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana korporasi maka penyidikannya harus diarahkan kepada
tindak pidana korporasi dan penambahan sanksi tata tertib sebagaimana diatur
dalam pasal 47 UU No. 23/1997, yaitu dengan memasukkan kewajiban clean-up (atas
Teluk Buyat), dan pemantauan selama 30 tahun sebagai bagian dari sanksi peraturan
tersebut.
Berdasarkan
fakta-fakta di atas, tim teknis merekomendasikan; pembuangan tailing adalah
ilegal untuk itu diperlukan upaya hukum terhadap Newmont. Di samping itu,
berdasarkan prinsip kehati-hatian dini untuk selanjutnya penerapan pembuangan
limbah tambang ke laut (STD) dilarang di Indonesia. Selain itu juga upaya
relokasi terhadap warga Teluk Buyat karena lautnya tercemar dan ikannya tidak
layak dimakan, juga kondisi udaranya buruk dan air minum yang dipasok Newmont
pun telah tercemar.
BAB IV
PENGORGANISASIAN
Akibat kegiatan pertambangan
skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), ekosistem perairan laut di
teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000 ton tailing setiap hari. Kondisi
masyarakat di sekitar Teluk Buyat yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut
dan harus bertahan hidup di wilayah tersebut karena tekanan kemiskinan harus
menerima akibat dari pencemaran dan perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat.
Oleh karena itu baik organisasi pemerintahan dan non pemerintahan ikut terlibat
dalam penanganan kasus ini, serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan
mahasiswa ikut andil dalam penanganan pencemaran ini. Adapun organisasi
tersebut diantaranya adalah :
1. Departemen Kesehatan menentukan
jenis penyakit yang diderita oleh warga dan melakukan pengobatan dan bila perlu
pencegahan. Berdasarkan informasi awal dari tim Departemen Kesehatan yang berkunjung
ke lokasi, dari 180 warga Desa Buyat Pantai telah ditemukan 30 warga desa
tersebut yang mempunyai keluhan gatal-gatal di beberapa bagian tubuh,
dermatitis,
Infeksi Saluran Pernafasan Atas, dan munculnya benjolan di beberapa bagian tubuh seperti wajah, tangan, kaki, dan leher.
Infeksi Saluran Pernafasan Atas, dan munculnya benjolan di beberapa bagian tubuh seperti wajah, tangan, kaki, dan leher.
2. Menteri
perekonomian dan kesejahteraan rakyat menyelenggarakan rapat tanggal 23 Juli
2004 , dibentuklah tim Terpadu Penanganan Kasus yang terdiri dari MENKOKESRA,
Dep Kes, Dep ESDM, BPPT, Dep Perikanan dan Kelautan, KLH, Pemda Sulawesi Utara,
Perguruan Tinggi dan LSM. Selain itu dilibatkan pula para pakar dalam rangka mempertajam
hasil yang akan diperoleh.
3. Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
melakukan inspeksi terhadap PT NMR terkait bahan yang dihasilkan.
4. BPPT
(Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) berperan dalam pengkajian dan
penerapan teknologi PT NMR.
5. Departemen
Perikanan dan Kelautan berperan dalam pengkajian kelautan, ekosistem laut dan
biota laut.
6. Kementrian
Lingkungan Hidup (KLH)
7. Dinas Kesehatan (Dinkes) Boltim pun ikut berpartisipasi dalam
kegiatan ini dengan menurunkan tim Mobile Medical Centre (MMC) ke Buyat. Tim
lokal sekaligus untuk pelayanan kesehatan gratis. “Penerimaan masyarakat
sangat baik. Terbukti 140 orang telah berobat dengan berbagai keluhan. Umumnya
sakit yang mendominasi seperti ISPA dengan 31 kasus, Myalgia 19 kasus, dan
Hipertensi 18 kasus,” terang Kadis Kesehatan Boltim dr Jusnan C Mokoginta.
8. Peneliti-peneliti baik dalam negeri, mahasiswa maupun
peneliti lainnya ikut dalam meneliti hasil pencemaran yang dilakukan oleh PT
NMR.
9. LSM dan semua organisasi tidak hanya berperan sesuai dengan
peranannya tapi juga memberikan sumbangsi terhadap bantuan kepada korban.
10. Serta organisasi lainnya yang sudah membantu dan memberikan
sumbangsi terhadap penanganan pencemaran teluk buyat.
BAB V
STANDAR MINIMAL
1. Standar
minimal pencemaran. Keputusan menteri Lingkungan Hidup 51/2004 tentang standar
tercemarnya air laut oleh merkuri adalah 1 mg/L (standar keselamatan minimum
yang sama dengan WHO), ternyata di Teluk Buyat kandungan merkuri telah mencapai
5,5 mg/L. Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety) no.
101, 1990, kadar normal mercury dalam darah adalah 8 mg/L yang menjadi standar
dasar WHO.
2. Standar minimal
pelayanan kesehatan memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan
dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat dengan cara
melakukan pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, penyelidikan
epidemiologi, promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di desa buyat.
3. Standar
minimal pelayanan publik. Megoptimalkan penerapan aturan dan mekanisme
pendukung penyelenggaraan penanggulangan pencemaran terhadap teluk buyat,
meningkatkan kapasitas lembaga terkait pencemaran teluk buyat untuk operasi
penanganan dan penelitian terhadap pencemaran teluk buyat, Mengoptimalkan
kemitraan dalam penanganan korban pencemaran teluk buyat, melakukan pencegahan,
pengobatan dan pemulihan kepada korban melalui lembaga terkait.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penyakit
yang dialami masyarakat di wilayah Teluk Buyat memiliki gejala yang sama dengan
peristiwa di Minamata, Jepang yaitu penyakit minamata yang disebabkan
tercemarnya lingkungan oleh logam-logam berat. Gejala yang ditimbulkan penyakit
ini antara lain: Mual, pusing, sakit kepala yang hebat, persendian sakit,
lemah, kram, gemetar, muncul benjolan pada bagian tubuh tertentu, keguguran
berulang-ulang pada usia kehamilan 5-6 bulan, kelahiran anak yang cacat.
2. Pencemaran
di Teluk Buyat terjadi karena adanya pembuangan tailing oleh PT. NMR. Tailing
merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih
logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga
3. Pada
Tahun 1997 PT.NMR memasang alat pengolah bijih tambang yang mengandung merkuri
yang tinggi. Akhir Juli 1998 warga Buyat Pante dikejutkan dengan bocornya pipa
limbah PT NMR. Manajemen PT NMR hanya menjelaskan bahwa pipa limbah bawah laut
yang bocor itu pada sambungan flens di kedalaman 10 meter. Penyebabnya terjadi
penyumbatan saluran pipa pada 25 Juni dan 19 Agustus 1998 akibat kuatnya
tekanan air. Penempatan limbah tailing di perairan Teluk Buyat telah mengakibatkan
perubahan bentuk bathimetri perairan Teluk Buyat. Tailing tidak membentuk
tumpukan melainkan menyebar ke tempat lain.
4. Pipa
pembuangan limbah tailing PT. NMR berada pada lapisan zona termoklin yaitu 82
meter [kini, (tahun 2000) sudah menjadi 70 meter] memungkinkan untuk naiknya
partikel-partikel tailing serta ikutannya untuk mencemari area produktif
perairan di teluk Buyat.
5. Berdasarkan
hasil pemeriksaan laboratoriom terhadap 20 orang yang diambil darahnya, 18
orang telah memiliki konsentrasi arsenic dalam darah di atas reference range
(>11,0 mcg/L) dan 1 orang memiliki konsentrasi arsenic sama dengan 11 mcg/L
‘Toxic range’ untuk arsen adalah <100>
6. Dari
berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa beberapa jenis logam
berat terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di Teluk Buyat. Konsentrasi
tertinggi, khususnya As, Sb, Mn, dan Hg ditemukan disekitar pipa tailing
7. Selain
akibat pembuangan tailing oleh PT. NMR, kegiatan penambangan liar di sekitar
Teluk Buyat juga memberi kontribusi yang besar tercemarnya Teluk Buyat.
8. Tim
teknis merekomendasikan pembuangan tailing adalah ilegal untuk itu diperlukan
upaya hukum terhadap Newmont. Di samping itu, berdasarkan prinsip kehati-hatian
dini untuk selanjutnya penerapan pembuangan limbah tambang ke laut (STD)
dilarang di Indonesia.
B. Saran
Kerjasama
dengan penuh rasa tanggung jawab dari semua pihak sangat diperlukan dalam
menghadapi hal ini. Kesehatan manusia dan lingkungan merupakan prioritas utama
dari penanganan yang dilakukan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah agar
penanganan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, dan tidak tergesa-gesa.
Ketergesa-gesaan dalam pengambilan keputusan akan membuat kepanikan dan semakin
memberatkan penderita.
DAFTAR
PUSTAKA
Kementrian lingkungan hidup. 2004. Hasil Penelitian Tim Terpadu dan Sikap
Pemerintah terhadap Pencemaran Teluk Buyat Minahasa Selatan Sulawesi Utara.
http://www.menlh.go.id
Kementrian
lingkungan hidup RI. 2004. Penanganan
Kasus Pencemaran Dan/Atau Perusakan Lingkungan Hidup Di Desa Buyat Pantai Dan
Ratatotok Kecamatan Ratatotok Kabupaten Minahasa Selatan. http://www.menlh.go.id
Tidak ada komentar: