Selasa, 25 Maret 2014

BENCANA PENCEMARAN TELUK BUYAT DI DESA BUYAT KABUPATEN MINAHASA SELATAN PROVINSI SULAWESI UTARA

DISUSUN OLEH :
YUSRIANI
210240032

FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

2013

KATA   PENGANTAR

Puji Syukur atas hidayah dan rahmat ilmu serta kekuatan dari Ilahi Rabbi yang telah dicurahkan kepada penyusun makalah ini sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam juga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta junjungannya karena keindahan budi pekerti yang menjadi suri tauladan kita.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum mencapai ekspektasi yang diharapkan. Namun penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hampir seluruh media massa nasional pada minggu ketiga dan keempat Juli 2004 menulis mengenai penderitaan warga Teluk Buyat. Nama Buyat mencuat setelah munculnya keluhan penyakit yang diduga Minamata yang diderita sejumlah warga di Desa Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Penyakit minamata merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh cemaran merkuri di sebuah tempat bernama sama di Jepang. Peristiwa di Teluk Buyat diakibatkan karena adanya cemaran merkuri yang diduga berasal dari operasi sebuah perusahaan tambang emas asing PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
Akibat kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), ekosistem perairan laut di teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000 ton tailing setiap hari. Bukan saja itu, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut dan harus bertahan hidup di wilayah tersebut karena tekanan kemiskinan harus menerima akibat dari pencemaran dan perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat. Terkontaminasi logam berat arsen, lahan tangkapan ikan berpindah jauh ketengah laut, yang semuanya itu menurunkan kualitas hidup sebagian masyarakat Desa Buyat tepatnya masyarakat di dusun V Desa Buyat Pante. Pencemaran Teluk Buyat adalah bentuk bencana ekologis yang merupakan suatu bukti tidak bertanggungjawabnya kita melindungi bumi Sulawesi Utara sebagai tempat tinggal dan hidup. Perusakan ekosistem laut akibat timbunan tailing yang mengandung logam-logam berat yang mengkontaminasi biota dan bahkan meracuni masyarakat sekitar yang bermukim di sekitar “point source” yang sangat menggantungkan hidupnya dari hasil laut perairan tersebut. Barangkali kontaminasi itupun telah tersebar di sebagian masyarakat Sulawesi Utara melalui ikan-ikan yang telah dikonsumsikan karena dampak pencemaran ini secara ekologi akan melintasi wilayah administrasi suatu wilayah. Pencemaran logam berat terutama logam arsen dan logam merkuri oleh PT. NMR sudah jelas-jelas terbaca pada laporan-laporan RKL/RPL dan sejak tahun 2000 semua itu sudah terlihat, namun masih saja dianggap perusahaan raksasa ini tidak melakukan pencemaran di perairan Teluk Buyat.

B.     Analisis Situasi
Desa Buyat Pantai dan Ratatotok terletak di Kecamatan Ratatotok,
Kabupaten Minahasa Selatan, Propinsi Sulawesi Utara. Desa ini terkenal dengan tambang emas. PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR) adalah perusahaan kontrak karya pertambangan emas yang berlokasi di Kabupaten Minahasa Selatan dan Kabupaten Bolaang Mongondow, Propinsi Sulawesi Utara dan telah beroperasi sejak bulan Maret 1996.
Berdasarkan dokumen Amdal, PT. Newmont Minahasa Raya merupakan perusahaan tambang yang diperkenankan memanfaatkan dasar laut sebagai media untuk menempatkan tailing yang dihasilkan dari proses penambangan. Dampak penting dari sistem ini adalah pengendapan dan penimbunan yang timbul akibat penempatan tailing didasar laut (Submarine Tailing Disposal/STD).
Komposisi bahan kimia tailing pada tingkat tertentu dapat menyebabkan
pencemaran perairan yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan apabila tidak dikelola dengan baik sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Di samping itu juga dapat menyebabkan rusaknya sumberdaya ikan di sekitar lokasi pembuangan tailing. Dampak penting yang terjadi di daerah pertambangan yang menggunakan STD adalah penutupan daerah dasar perairan dan bioakumulasi logam. Selain itu, di desa Raratotok banyak terdapat penambangan emas rakyat yang menggunakan merkuri untuk pengolahannya. Limbah penambangan emas rakyat tersebut dibuang ke tanah dan sungai yang bermuara ke perairan di sekitar Teluk Totok. Dampak kegiatan PT. NMR dan adanya penambangan emas rakyat tersebut meliputi
antara lain aspek fisik, biologi dan kimia perairan laut yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi kesehatan manusia melalui rantai makanan.
Berdasarkan informasi awal dari tim Departemen Kesehatan yang
berkunjung ke lokasi, dari 180 warga Desa Buyat Pantai telah ditemukan 30 warga desa tersebut yang mempunyai keluhan gatal-gatal di beberapa bagian tubuh, dermatitis, Infeksi Saluran Pernafasan Atas, dan munculnya benjolan di beberapa bagian tubuh seperti wajah, tangan, kaki, dan leher.

 A.    Peristiwa Teluk Buyat
Teluk Buyat yang berada di Minahasa, Sulawesi Utara adalah lokasi pembuangan limbah tailing atau lumpur sisa tambang PT Newmont Minahasa Raya (NMR). Kelompok-kelompok sipil menuduh bahwa Newmont telah membuang 5,5 juta ton merkuri dan arsenik-sarat limbah ke teluk selama 8 tahun masa operasinya. Newmont telah membantah tuduhan tetapi mengakui melepaskan 17 ton limbah merkuri ke udara dan 16 ton ke dalam air selama lima tahun, jumlah yang dikatakan jauh di bawah standar emisi di Indonesia.
Pada Tahun 1997 PT.NMR memasang alat pengolah bijih tambang yang mengandung merkuri yang tinggi. Menurut Kepala Dinas Pertambangan Sulut, R.L.E Mamesah, alat ini sengaja dipasang untuk menarik emas yang terbungkus mineral lain, terutama merkuri yang memang sudah ada di alam. Proses ekstraksi emas pada badan bijih yang ditambang menghasilkan limbah halus atau tailing. Metode pelepasan emas ini menggunakan senyawa sianida. Adapun beberapa jenis logam berat yang ikut terangkat dari perut bumi adalah Hg (merkuri), As (Arsen), Cd (Cadmium), Pb (timah) dan emas itu sendiri. Dari proses pengolahan tersebut tentu saja hanya bijih emas yang diambil, dan logam berat yang lain tentu saja dialirkan menjadi limbah halus melalui pipa tailing ke Teluk Buyat.
Akhir Juli 1998 warga Buyat Pante dikejutkan dengan bocornya pipa limbah PT NMR. Manajemen PT NMR hanya menjelaskan bahwa pipa limbah bawah laut yang bocor itu pada sambungan flens di kedalaman 10 meter. Penyebabnya terjadi penyumbatan saluran pipa pada 25 Juni dan 19 Agustus 1998 akibat kuatnya tekanan air. Agar saluran dapat berfungsi dengan baik dan dibersihkan pipa limbah di isi dengan air bor dan diberi tekanan udara. Kerugian yang di derita oleh perusahaan yang diperkirakan USS 4,9 juta – (Rp. 52 Miliar), namun tidak pernah menyentil sama sekali apa akibat bocornya pipa tersebut terhadap kelangsungan kehidupan biota laut dan manusia yang ada di sekeliling pipa bocor tersebut.
Hasil kajian kelayakan pembuangan limbah tailing ke Teluk Buyat yang dilaksanakan oleh Pusat Infomasi Aktif Pendidikan Lingkungan Hidup dan Universitas Sam Ratulangi tahun 1999 menyatakan Beberapa ancaman limbah tambang yang dibuang ke dasar laut sebagai berikut:
(1) Limbah lumpur di dasar perairan akan memberikan dampak buruk bagi organisme benthos dan jenis biota laut lainnya,
(2) Elemen kimia toksik seperti arsenic, cadmium, mercury, lead, nickel dan sianida dapat merusak ekosistem laut. Lebih berbahaya elemen-lemen kimia yang bersifat karsinogenik terakumulasi dalam rantai makanan yang akhirnya tiba pada manusia.
Penempatan limbah tailing di perairan Teluk Buyat telah mengakibatkan perubahan bentuk bathimetri perairan Teluk Buyat, dimana dari hasil pengukuran ketebalan sendimen diperoleh bahwa telah terjadi tumpukan deposisi limbah tailing pada kedalaman 80-90 meter atau di sekitar Anus Pipa Buangan terdapat limbah tailing setebal 10 meter. Limbah Tailing yang terdeposisi memenuhi hampir semua tempat di dasar laut mulai dari kedalaman > 60 meter ini berarti telah terjadi selisih kedalaman 10 meter. Tailing tidak membentuk tumpukan melainkan menyebar ke tempat lain.
Perairan Teluk Buyat dalam kurun 1997 – 1999 yaitu dari 5 derajat (8,9%) menjadi 2,2 derajat (3,8%) atau telah mengalami perubahan kemiringan lerengnya. Melihat kemiringan bentang lahan perairan Teluk Buyat menunjukkan bahwa lokasi tidak layak untuk dilewati pipa pembuangan limbah tailing memiliki kriteria kemiringan sebesar 10-20 derajat.
Pipa pembuangan limbah tailing PT. NMR berada pada lapisan zona termoklin yaitu 82 meter (tahun 2000 sudah menjadi 70 meter) memungkinkan untuk naiknya partikel-partikel tailing serta ikutannya untuk mencemari area produktif perairan di teluk Buyat. Ini dibuktikan dengan hasil pengukuran konsentrasi logam Arsen (As) di sendimen di tiga lokasi yaitu: Teluk Totok, Teluk Buyat dan P. Kumeke-Kotabunan sudah berada di di atas ambang batas Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (budidaya perikanan) Kep.02/MENKLH/1988 dimana nilai ambang batasnya adalah <0,01>.
Dengan berubahnya kemiringan bentang lahan di perairan di Teluk Buyat dan melihat hasil pengukuran dengan logam Arsen di tiga lokasi pengambilan contoh air, sedimen dan biota, mengindikasikan adanya transportasi partikel-partikel tailing pada kedalaman 20 meter. Dan hasil pengukuran yang dilakukan pada 10 ekor ikan diperoleh bahwa hati dan perut ikan adalah target organ yang mengakumulasi logam Arsen tertinggi, yaitu sekitar 2,777-51,365 ppb, konsentrasi logam besi terakumulasi paling banyak pada daging ikan yaitu sekitar 1,03 – 1,86 ppm sedangkan hati dan perut ikan diperoleh konsentrasi logam besi sekitar 0,07 – 0,63 ppm. Dan basil pengukuran konsentrasi logam berat (Arsen, Cadmium dan Merkuri) diperoleh bahwa biota yang ditangkap dari perairan Teluk Buyat rata-rata sudah terkontaminasi oleh ketiga logam berat tersebut. Air raksa (mercury), Cadmium (Cd), Arsen (As) adalah jenis logam yang apabila terkonsumsi oleh manusia pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan.
Untuk mengetahui sejauh mana kontaminasi/pencemaran material B3 (khususnya Hg dan As) yang terkandung dalam Tailing PT NMR yang dibuang ke laut, tahun 2000, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi Sulut) melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap 20 orang warga Buyat Pante. Hasil pengukuran konsentrasi arsenic dan mercury dalam darah 20 orang warga Buyat Pante oleh speciality Laboratories dibawah tanggung jawab James B Peter MD PhD, diperoleh bahwa dari 20 orang yang diambil darahnya, 18 orang telah memiliki konsentrasi arsenic dalam darah di atas reference range (>11,0 mcg/L) dan 1 orang memiliki konsentrasi arsenic sama dengan 11 mcg/L ‘Toxic range’ untuk arsen adalah <100>

pembuangan limbah tailing ke laut
Tailing merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga. Tailing dihasilkan dalam jumlah yang luar biasa besar dari segi volume, mengingat dalam satu ton tanah yang mengandung bijih emas, hanya terdapat 0,001 ton emas murni. Dapat dibayangkan, akan tersisa 0,999 ton tanah (yang dikenal sebagai tailing), serta membutuhkan penanganan lanjut setelah kegiatan penambangan tersebut.
Tailing tidak hanya berisi tanah dan batuan, namun juga mengandung unsur-unsur logam berat lainnya yang tidak ekonomis untuk diekstraksi dari kawasan pertambangan tersebut, seperti aluminium (Al), antimony (Sb), dan timah (Sn). Sesungguhnya logam-logam ini terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas dan rendah dalam tailing, namun volume tailing yang sangat besar menjadikan kuantitas yang ada akan cukup besar, serta dapat memberikan dampak negatif jika dibuang tanpa pengolahan yang tepat sebelumnya.
Merkuri dan arsen berasal dari bahan kimia yang ditambahkan selama proses pengekstraksian bijih emas yang dilakukan. Senyawa arsenik digunakan sebagai bahan tambahan untuk mengikat emas dengan lebih baik (senyawa amalgam) dalam kadar yang lebih tinggi. Namun setelah emas terikat pada arsen, dilakukan proses pemanggangan bijih emas yang terikat arsen.
Saat proses pemanggangan, arsen akan terlepas sebagai gas dan terjadi reduksi konsentrasi arsen dalam bijih tersebut. Proses pengolahan gas buang hasil pemanggangan dilakukan dengan penyemprotan (scrubbing) pada alat pengendali pencemaran udara. Air yang berperan sebagai scrubber dalam proses tadi masih membutuhkan penanganan lebih lanjut sebelum dibuang ke laut bersama sisa tailing yang ada.
Senyawa merkuri juga digunakan sebagai senyawa amalgam untuk emas (membantu pengikatan emas) dalam tailing yang akan diekstraksi. Tailing yang mengandung bijih emas akan terikat bersama merkuri. Untuk mengurangi kadar merkuri pada pengolahan tailing tersebut, umumnya dilakukan pemerasan dengan menggunakan fabric filter. Merkuri sisa perasan yang tersisa dalam bentuk cair tersebut, juga harus diolah lebih lanjut. Kandungan merkuri dan arsen yang terdapat dalam tailing juga harus diperhatikan, mengingat recovery percentage dari arsen maupun merkuri tidak akan pernah mencapai 100 %.
Pembuangan limbah tailing ke laut (Sub Marine Tailing Disposal) dimulai di Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara pada bulan Maret 1996. Ketika pertama kali tailing dialirkan ke kedalaman 82 meter dan jarak 900 meter tepi pantai, beberapa perisitiwa yang merugikan masyarakat setempat terjadi. Rangkaian peristiwa matinya ikan-ikan terjadi setelah Maret 1996 tailing (limbah lumpur tambang) dialirkan ke laut. Penduduk juga melihat bahwa laut semakin keruh dan ikan-ikan sulit didapat. Nener (benih bandeng) hilang dan ikan tangkapan sejak tahun 1997 tinggal 13 jenis ikan saja (hasil pemetaan partisipatif masyarakat dan Walhi Sulut, 2000).

B.     Penelitian terkait peristiwa teluk buyat
Penelitian pertama dilakukan oleh tim yang dikenal dengan sebutan Tim Independen. Penelitian ini dibiayai oleh PT. NMR. Hasil penelitian tersebut, yang diantaranya menyimpulkan terjadinya pencemaran logam berbahaya pada sedimen, plankton dan jaringan ikan. Namun PT.NMR menolak hasil tersebut dan menyatakan metodologi penelitian tersebut tidak valid dan kurang memadainya peralatan laboratoriun di Universitas Sam Ratulangi. PT.NMR dan Pemda Sulawesi Utara menginisiasi penelitian klarifikasi dan menamakan sebagai Tim Terpadu.
Beberapa penelitian yang dilakukan sejak 1999 hingga 2004 kini, antara lain:
1.      Logam Berbahaya pada Sedimen dan Ikan
Laporan Tim Independen (1999), Kajian Kelayakan Pembuangan Tailing, penelitian WALHI-Dr. Joko Purwanto (2002), dan laporan Pusarpedal-KLH (2004) menunjukkan pada organ ikan (daging, hati dan perut) telah tercemar logam berat, khususnya Arsen (As), merkuri (Hg), dan Sianida (CN). Penelitian-penelitian tersebut diatas, ditambah laporan penelitian Evan Edinger,dkk (2004), laporan Survey P2O-LIPI (2001), dan laporan Tim Terpadu (2000) menunjukkan bahwa beberapa jenis logam berat terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di Teluk Buyat. Konsentrasi tertinggi, khususnya As, Sb, Mn, dan Hg ditemukan disekitar pipa tailing. Ddibandingkan dengan Teluk Buyat, konsentrasi logam-logam berat tersebut di Perairan Totok relatif lebih rendah kecuali untuk logam merkuri (Hg).
a)      Logam Berbahaya Pada Ikan di Perairan Buyat
Pada laporan salah satu analisa dokumen RKL/RPL oleh Bapedal/KLH ditemukan sampel ikan Lamontu yang mengandung 22,7 mg/kg arsen, ikan kapas-kapas yang mengandung 5,33 mg/kg merkuri (toleransi WHO 30 mcg/kg). Berdasarkan Kajian Kelayakan Pembuangan Tailing Ke Laut (PPLH-SA Unsrat dan Bapedal) menemukan pada 10 ekor ikan sampel yang dianalisa, diperoleh hati dan perut ikan merupakan organ yang mengakumulasi logam Arsen tertinggi, yaitu sekitar 2,772 ppb – 5,1365 ppb, konsentrasi logam besi (Fe) terakumulasi paling banyak pada daging ikan, yaitu sekitar 1,03 – 1,86 ppm, sedangkan pada hati dan perut ikan diperoleh konsentrasi logam besi sekitar 0,07 – 0,63 ppm. Dan hasil pengukuran konsentrasi logam berat (Arsen, Kadmiun, dan Merkuri) diperoleh bahwa biota yang ditangkap dan perairan Teluk Buyat rata-rata sudah terkontaminasi oleh ketiga logam berat tersebut.
Hasil riset Penelitian WALHI- Dr. Joko Purwanto (2002) menemukan dampak penambangan di hulu aliran sungai Buyat dan penempatan tailing PT.NMR di Teluk Buyat telah merubah kondisi ekosistem perairan Teluk Buyat. Distribusi komunitas hewan benthos, zooplankton, dan fitoplankton menjadi tidak normal (dilihat dari analisa log normal). Hal ini menunjukkan bahwa Teluk Buyat telah tidak sehat lagi bagi ekosistem perairannya atau telah terjadi penurunan kualitas lingkungan/ pencemaran lingkungan yang berat.
Hasil riset juga menunjukkan bahwa penambangan rakyat yang telah terhenti sejak 10 tahun lalu merubah ekosistem perairan Teluk Ratatotok. Distribusi hewan benthos (dasar laut) menjadi tidak normal sedangkan bagi zooplankton dan fitoplankton masih bersifat distribusi normal.
Dari hasil kajian perbandingan kualitas biodiversitas perairan antara wilayah Teluk Buyat dan Teluk Ratatotok diambil kesimpulan bahwa dasar perairan Teluk Buyat mengalami pencemaran lebih berat dibandingkan dengan Teluk Ratatotok.
Kajian toksisitas Sianida (CN) dan Kadmium (cd) pada biota laut menujukkan biota laut di Teluk Buyat (lokasi pembuangan tailing) menerima paparan (tercemar) lebih berat dibandingkan dengan di Teluk Ratatotok (lokasi bekas tambang rakyat).
b)      Logam Berbahaya Pada Sedimen
Dari laporan sejumlah penelitian ditemukan konsentrasi beberapa logam berbahaya, diantaranya As, Hg, Sb, Mn dan Siandia (CN) di Perairan Teluk Buyat relatif lebih tinggi dibandingkan perairan lain. Konsentrasi tertinggi umunya ditemukan di sekitar pipa tailing hingga radius sekitar 1 kilometer (sebanding dengan radius sebaran gundukan tailing yang dilaporkan). Logam As, dan Hg pada beberapa penelitian dibawah berada pada konsentrasi yang cukup mengkhawatirkan.Konsentrasi Mangan (Mn) di mulut pipa tailing 3 kali lipat rata-rata diperairan (P2O LIPI, 2001).
Dari beberapa data hasil penelitian, Pusarpedal-LH (2003) berkesimpulan bahwa konsentrasi logam berat dalam sedimen di lokasi pembuangan tailing relatif cukup tinggi, khususnya merkuri (Hg) dan Arsen (As). Hal ini dimungkinkan karena keberadaan kedua logam tersebut sudah ada di alam dan dengan adanya proses ekstraksi maka merkuri maupun arsen akan terlarut dalam proses pelindian, yang selanjutnya di proses detoksifikasi membentuk endapan HgS dan terakumulasi di dalam sedimen, sehingga kadar logam tersebut di sekitar daerah pembuangan taliling relatif cukup tinggi.
Laporan penelitian WALHI-Dr. Joko Purwanto (2002) Pada 3 wilayah dampak (Teluk Buyat, Sungai Buyat Hilir dan Teluk Totok) menyebutkan senyawa Sianida (CN) pada sedimen keseluruhan wilayah dampak telah melampaui ambang batas toleransi (2-4 kali atau 200%-400%). Sianida (Cn) yang bersifat toksik penyebarannya tertinggi di wilayah Sungai Buyat dan kemudian di wilayah mulut pipa tailing dan wilayah Totok (Sungai dan Teluk Totok). Keberadaan Cn juga ditemukan pada tubuh sampel hewan laut dasar (cacing laut, crustacea) yang hidup di ketiga wilayah sampel tersebut. Penemuan Cn pada sedimen yang cukup tinggi dan juga pada hewan laut bertolak belakang dengan pernyataan PT.Newmont dalam studi AMDAL. Disebutkan dalam studi AMDAL bahwa Sianida akan menguap dengan adanya penetrasi cahaya matahari dan tidak akan diakumulasi oleh hewan laut.
Yang juga menarik pada hasil penelitian ini adalah ditemukannya Cn pada sedimen di titik-titik sampel di Sungai Totok Hilir dan Sungai Buyat Hilir. Dapat diduga bahwa telah terjadi rembesan atau aliran permukaan senyawa Sianida Cn ke sungai Buyat Hilir dan Sungai Totok Hilir. Cn merupakan senyawa yang tidak terdapat secara alami dan identik digunakan dalam proses pemisahaan emas PT.NMR.
Konsentrasi logam berbahaya (Hg, As, Cd) pada sebagian titik sampel telah melewati ambang batas dan sebagian lain masih mendekati atau di bawah ambang batas. Secara umum, logam berbahaya Cadmium (Cd), Raksa (Hg), dan Arsen (As) pada ketiga wilayah dampak rata-rata mendekati baku mutu. Wilayah Ratatotok mempunyai kadar Cd yang lebih tinggi dari wilayah lainnya. Sebaliknya, willayah Teluk Buyat sepanjang pipa tailing mempunyai kadar Hg lebih tinggi dibanding di Teluk Totok dan Sungai Buyat Hilir. Logam Arsenik (As) dan Raksa (Hg) memiliki kesamaan pola penyebaran. Konsentrasi As dan Hg relatif lebih tinggi ditemukan di wilayah Sungai dan Teluk Buyat dibanding perairan Totok.

2.      Penelitian Heavy Metal Contamination Of Reef Sediment
Dari hubungan antar logam ditunjukkan bahwa logam Arsenik (As) dan Antimon (Sb) merupakan indikator yang tepat atas sedimen tailing, sementara Copper (Co), Cobalt (Co), dan Chrome (Cr) indikator yang konsisten dari sedimen fluvial (sedimen pada sungai). Sedimen tailing memiliki konsentrasi yang sangat tinggi pada dua logam ini, > 660 ppm As, dan > 550 ppm Sb. Konsentrasi merkuri (Hg) memiliki dua puncak konsentrasi tertinggi –satu di ujung pipa tailing (stasiun BY 001, sekitar 5 ppm), dan satu di sedimen lumpur Teluk Totok (stasiun BY 013, sekitar 10 ppm). Iron(Fe), Titanium (Ti) dan Mangan (Mn) paling banyak ditemukan di keseluruhan stasiun pengamatan.
Rasio antar logam menunjukkan sejumlah lokasi karang di Teluk Buyat mengandung sedimentasi dari tailing dengan jumlah yang signifikan. Beberapa lokasi terumbu karang ini memiliki kandungan siliciclastic yang relatif rendah pada sedimennya, mengindikasikan bahwa hampir keseluruhan fraksi non-carbonate pada sedimen berasal dari tailing, dan bukan dari sedimen fluvial.
Mayoritas laporan penelitian tersebut menemukan konsentrasi tertinggi sejumlah logam berat, --terutama As, Sb, Mn, Hg dan senyawa Sianida secara konsisten ditemukan di sekitar pipa tailing di Teluk Buyat. Penelitian Evan Edinger,dkk menunjukkan konsentrasi As dan Sb yang tertinggi berada di dekat mulut pipa. Logam As dan Sb merupakan logam perunut (metal tracers) yang konsisten sebagai indikator sedimen tailing. Khusus untuk logam merkuri (Hg), penelitian ini menemukan konsentrasi tertinggi terletak pada 2 lokasi, yakni di dekat mulut pipa tailing di Teluk Buyat dan di muara Sungai Totok.
Penelitian Pusarpedal-LH (Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan – Lingkungan Hidup) menemukan konsentrasi tertinggi logam Antimon (Sb) dan Arsen tertinggi berada di Perairan Teluk Buyat (stasiun C sekitar 1 kilometer depan pipa tailing dan BB6 di laut luar sekitar 3 kilometer depan Teluk Buyat). Konsentrasi kedua logam tersebut (As, dan Sb) di Perairan Totok relatif lebih rendah dibanding di Teluk Buyat.
Pemantauan Pusarpedal-KLH juga menemukan konsentrasi Hg, baik di sedimen dan air, di wilayah Teluk Buyat lebih tinggi dibandingkan di Teluk Totok. Konsentrasi Hg yang lebih tinggi di Perairan Buyat dibandingkan Perairan Totok juga ditunjukkan oleh laporan penelitian WALHI-Dr. Joko Purwanto (2002).
Konsentrasi Sianida yang tinggi di Teluk Buyat, dan Sungai Buyat berasal dari aktivitas PT.Newmont Minahasa Raya, baik melalui pipa tailing maupun rembesan di darat (lokasi tambang). Sumber Sianida (CN) juga berasal dari rembesan di darat (tambang NMR) diidarat diindikasikan dari konsentrasi Sianida yang relatif tinggi di Sungai Buyat dan juga Sungai Totok.
A.    Ruang Lingkup
Dalam makalah ini, yang menjadi batasan-batasan atau ruang lingup dalam kasus pencemaran teluk buyat di antaranya minamata di Teluk Buyat, peristiwa Teluk Buyat, pembuangan limbah tailing ke laut, Penelitian terkait peristiwa teluk buyat, serta tindak lanjut permasalahan Teluk Buyat.

B.     Tujuan
1.      Tujuan umum :
Tujuan yang hendak dicapai adalah terselenggaranya upaya penanganan baik dalam aspek kesehatan, sosial dan rehabilitasi ekosistem dan biota laut.

2.      Tujuan khusus :
a)      Terpenuhinya keadilan bagi masyarakat
b)      Terselenggaranya kebutuhan pangan dan gizi korban
c)      Terpenuhinya tuntutan korban terhadap PT NMR
d)     Terpenuhinya rehabilitasi ekosistem laut tercemar dan biota laut yang ikut terkontaminasi sebagai mata pencaharian masyarakat setempat.
e)      Terpenuhinya pelayanan  kesehatan yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan korban.
f)       Terpenuhinya upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit baik yang di akibatkan oleh bahan kimia cemaran PT NMR maupun akibat yang akan di timbulkan kedepan.

C.     Sasaran
Sasaran peristiwa pencemaran teluk buyat diantaranya adalah :
1.      Khalayak yang ada di dalam perusahaan PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR) dan yang berada di luar perusahaan
2.      Masyarakat yang berada di sekitar teluk buyat
3.      Masyarakat yang memanfaatkan teluk buyat untuk kebutuhan dan mata pencaharian sehari-hari
4.      Petugas kesehatan yang berada di teluk buyat.
5.      Organisasi dan sukarelawan yang terkait dalam penanganan pencemaran teluk buyat.


D.    Defenisi operasional
1.      Biota adalah keseluruhan kehidupan yang ada pada satu wilayah geografi tertentu dalam suatu waktu tertentu. 
2.      Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup
3.      Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;
4.      Karsinogenik adalah sifat mengendap dan merusak terutama pada organ paru-paru karena zat-zat yang terdapat pada rokok. Sehingga paru-paru menjadi berlubang dan menyebabkan kanker.
5.      Kerusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan;
6.      Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan
7.      Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain;
8.      Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
9.      Sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan material organik yang melayang-layang di dalam air, udara, maupun yang dikumpulkan di dasar sungai atau laut oleh pembawa atau perantara alami lainnya.
10.  Tailing merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga.
BAB II
KEBIJAKAN

Kebijakan terkait penanganan kasus pencemaran teluk buyat di antaranya adalah sebagai berikut  :
1.      Pembentukan Tim Penanganan Kasus Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup di Desa Buyat Pante dan Desa Ratatotok Timur Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 97 Tahun 2004,  Keputusan MENLH No. 191 tahun 2004. Tim ini dikenal dengan nama Tim Terpadu. Aspek lingkungan yang diteliti oleh Tim Terpadu meliputi antara lain; kualitas air laut, sungai, air tanah, air minum; kandungan logam berat di dalam ikan, biota laut lainnya, dan bahan makanan utama lainnya; biodiversitas ikan, benthos, plankton; pola arus; lapisan termoklin; dan teknologi pengolahan yang digunakan oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR).
2.      Gugatan perdata terhadap PT. NMR telah diserahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Nomor : 94/Pdt.G/2005/PN.JAKSEL, tanggal 9 Maret 2005.
3.      PT. NMR tidak hanya menyangkut dengan jumlah nominal terhadap masyarakat saja, melainkan kompensasi atas alam yang telah dicemari, yakni dengan melakukan rehabilitasi yang sebaik-baiknya. Sehingga dikemudian hari lingkungan yang telah ditambang (dieksploitasi), minimal mendekati kondisi sebelum ditambang.



BAB III
PENANGANAN MASALAH

Dengan Merebaknya dugaan pencemaran logam-logam berat perairan Teluk Buyat di Minahasa Selatan Sulawesi Utara di berbagai media massa, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan para stakeholder perlu mengambil langkah-langkah yang tepat dengan penekanan pada prinsip-prinsip kehati-hatian (precautionary principles) dalam penanganan kasus ini. Beberapa langkah penanganan yang harus segera dilakukan adalah:
1.      Departemen Kesehatan menentukan jenis penyakit yang diderita oleh warga dan melakukan pengobatan dan bila perlu pencegahan.
2.      Membentuk tim untuk melakukan penyelidikan terpadu yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Tim ini beranggotakan instansi pemerintah terkait, pemerintah daerah, LSM, perguruhan tinggi, dan pakar. Tim terpadu tingkat pusat akan bekerjasama dengan Tim Independen ditingkat Daerah.
3.      Memberikan informasi kepada masyarakat secara terus menerus
4.      Penegakan hukum terhadap pihak yang melanggar.

Dari kajian hukum yang dilakukan diperoleh cukup bukti bahwa PT NMR melakukan beberapa pelanggaran perizinan:
1.      Pelanggaran terhadap syarat izin usaha yang diindikasikan dengan pelanggaran terhadap RKL/RPL,
2.      Pelanggaran terhadap izin pengelolaan tailing sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3),
3.      Pelanggaran atas izin pembuangan limbah tambang (dumping tailing)
ke laut dan pelanggaran itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam dengan pasal 43 UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
         Yang tidak kalah penting, karena perbuatan pidana tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korporasi maka penyidikannya harus diarahkan kepada tindak pidana korporasi dan penambahan sanksi tata tertib sebagaimana diatur dalam pasal 47 UU No. 23/1997, yaitu dengan memasukkan kewajiban clean-up (atas Teluk Buyat), dan pemantauan selama 30 tahun sebagai bagian dari sanksi peraturan tersebut.
         Berdasarkan fakta-fakta di atas, tim teknis merekomendasikan; pembuangan tailing adalah ilegal untuk itu diperlukan upaya hukum terhadap Newmont. Di samping itu, berdasarkan prinsip kehati-hatian dini untuk selanjutnya penerapan pembuangan limbah tambang ke laut (STD) dilarang di Indonesia. Selain itu juga upaya relokasi terhadap warga Teluk Buyat karena lautnya tercemar dan ikannya tidak layak dimakan, juga kondisi udaranya buruk dan air minum yang dipasok Newmont pun telah tercemar.
BAB IV
PENGORGANISASIAN

Akibat kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), ekosistem perairan laut di teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000 ton tailing setiap hari. Kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut dan harus bertahan hidup di wilayah tersebut karena tekanan kemiskinan harus menerima akibat dari pencemaran dan perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat. Oleh karena itu baik organisasi pemerintahan dan non pemerintahan ikut terlibat dalam penanganan kasus ini, serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan mahasiswa ikut andil dalam penanganan pencemaran ini. Adapun organisasi tersebut diantaranya adalah :
1.       Departemen Kesehatan menentukan jenis penyakit yang diderita oleh warga dan melakukan pengobatan dan bila perlu pencegahan. Berdasarkan informasi awal dari tim Departemen Kesehatan yang berkunjung ke lokasi, dari 180 warga Desa Buyat Pantai telah ditemukan 30 warga desa tersebut yang mempunyai keluhan gatal-gatal di beberapa bagian tubuh, dermatitis,
Infeksi Saluran Pernafasan Atas, dan munculnya benjolan di beberapa bagian tubuh seperti wajah, tangan, kaki, dan leher.
2.      Menteri perekonomian dan kesejahteraan rakyat menyelenggarakan rapat tanggal 23 Juli 2004 , dibentuklah tim Terpadu Penanganan Kasus yang terdiri dari MENKOKESRA, Dep Kes, Dep ESDM, BPPT, Dep Perikanan dan Kelautan, KLH, Pemda Sulawesi Utara, Perguruan Tinggi dan LSM. Selain itu dilibatkan pula para pakar dalam rangka mempertajam hasil yang akan diperoleh.
3.      Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  melakukan inspeksi terhadap PT NMR terkait bahan yang dihasilkan.
4.      BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) berperan dalam pengkajian dan penerapan teknologi PT NMR.
5.      Departemen Perikanan dan Kelautan berperan dalam pengkajian kelautan, ekosistem laut dan biota laut.
6.      Kementrian Lingkungan Hidup (KLH)
7.      Dinas Kesehatan (Dinkes) Boltim pun ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini dengan menurunkan tim Mobile Medical Centre (MMC) ke Buyat. Tim lokal sekaligus  untuk pelayanan kesehatan gratis. “Penerimaan masyarakat sangat baik. Terbukti 140 orang telah berobat dengan berbagai keluhan. Umumnya sakit yang mendominasi seperti ISPA dengan 31 kasus, Myalgia 19 kasus, dan Hipertensi 18 kasus,” terang Kadis Kesehatan Boltim dr Jusnan C Mokoginta.
8.      Peneliti-peneliti baik dalam negeri, mahasiswa maupun peneliti lainnya ikut dalam meneliti hasil pencemaran yang dilakukan oleh PT NMR.
9.      LSM dan semua organisasi tidak hanya berperan sesuai dengan peranannya tapi juga memberikan sumbangsi terhadap bantuan kepada korban.
10.  Serta organisasi lainnya yang sudah membantu dan memberikan sumbangsi terhadap penanganan pencemaran teluk buyat.
BAB V
STANDAR MINIMAL

1.      Standar minimal pencemaran. Keputusan menteri  Lingkungan Hidup 51/2004 tentang standar tercemarnya air laut oleh merkuri adalah 1 mg/L (standar keselamatan minimum yang sama dengan WHO), ternyata di Teluk Buyat kandungan merkuri telah mencapai 5,5 mg/L. Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety) no. 101, 1990, kadar normal mercury dalam darah adalah 8 mg/L yang menjadi standar dasar WHO.
2.      Standar minimal pelayanan kesehatan memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat dengan cara melakukan pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, penyelidikan epidemiologi, promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di desa buyat.
3.      Standar minimal pelayanan publik. Megoptimalkan penerapan aturan dan mekanisme pendukung penyelenggaraan penanggulangan pencemaran terhadap teluk buyat, meningkatkan kapasitas lembaga terkait pencemaran teluk buyat untuk operasi penanganan dan penelitian terhadap pencemaran teluk buyat, Mengoptimalkan kemitraan dalam penanganan korban pencemaran teluk buyat, melakukan pencegahan, pengobatan dan pemulihan kepada korban melalui lembaga terkait.
                                                                 
                                            BAB VI
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Penyakit yang dialami masyarakat di wilayah Teluk Buyat memiliki gejala yang sama dengan peristiwa di Minamata, Jepang yaitu penyakit minamata yang disebabkan tercemarnya lingkungan oleh logam-logam berat. Gejala yang ditimbulkan penyakit ini antara lain: Mual, pusing, sakit kepala yang hebat, persendian sakit, lemah, kram, gemetar, muncul benjolan pada bagian tubuh tertentu, keguguran berulang-ulang pada usia kehamilan 5-6 bulan, kelahiran anak yang cacat.
2.      Pencemaran di Teluk Buyat terjadi karena adanya pembuangan tailing oleh PT. NMR. Tailing merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, seperti bijih emas dan bijih tembaga
3.      Pada Tahun 1997 PT.NMR memasang alat pengolah bijih tambang yang mengandung merkuri yang tinggi. Akhir Juli 1998 warga Buyat Pante dikejutkan dengan bocornya pipa limbah PT NMR. Manajemen PT NMR hanya menjelaskan bahwa pipa limbah bawah laut yang bocor itu pada sambungan flens di kedalaman 10 meter. Penyebabnya terjadi penyumbatan saluran pipa pada 25 Juni dan 19 Agustus 1998 akibat kuatnya tekanan air. Penempatan limbah tailing di perairan Teluk Buyat telah mengakibatkan perubahan bentuk bathimetri perairan Teluk Buyat. Tailing tidak membentuk tumpukan melainkan menyebar ke tempat lain.
4.      Pipa pembuangan limbah tailing PT. NMR berada pada lapisan zona termoklin yaitu 82 meter [kini, (tahun 2000) sudah menjadi 70 meter] memungkinkan untuk naiknya partikel-partikel tailing serta ikutannya untuk mencemari area produktif perairan di teluk Buyat.
5.      Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoriom terhadap 20 orang yang diambil darahnya, 18 orang telah memiliki konsentrasi arsenic dalam darah di atas reference range (>11,0 mcg/L) dan 1 orang memiliki konsentrasi arsenic sama dengan 11 mcg/L ‘Toxic range’ untuk arsen adalah <100>
6.      Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa beberapa jenis logam berat terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di Teluk Buyat. Konsentrasi tertinggi, khususnya As, Sb, Mn, dan Hg ditemukan disekitar pipa tailing
7.      Selain akibat pembuangan tailing oleh PT. NMR, kegiatan penambangan liar di sekitar Teluk Buyat juga memberi kontribusi yang besar tercemarnya Teluk Buyat.
8.      Tim teknis merekomendasikan pembuangan tailing adalah ilegal untuk itu diperlukan upaya hukum terhadap Newmont. Di samping itu, berdasarkan prinsip kehati-hatian dini untuk selanjutnya penerapan pembuangan limbah tambang ke laut (STD) dilarang di Indonesia.


B.     Saran
Kerjasama dengan penuh rasa tanggung jawab dari semua pihak sangat diperlukan dalam menghadapi hal ini. Kesehatan manusia dan lingkungan merupakan prioritas utama dari penanganan yang dilakukan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah agar penanganan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, dan tidak tergesa-gesa. Ketergesa-gesaan dalam pengambilan keputusan akan membuat kepanikan dan semakin memberatkan penderita.



DAFTAR PUSTAKA

Indayani. 2010. Kasus Teluk Buyat. http://constellationlifes.blogspot.com
Kadis Kesehatan Boltim dr Jusnan C Mokoginta MARS. 2012. http://setaaja.blogspot.com

Kementrian lingkungan hidup. 2004. Hasil Penelitian Tim Terpadu dan Sikap Pemerintah terhadap Pencemaran Teluk Buyat Minahasa Selatan Sulawesi Utara. http://www.menlh.go.id
Kementrian lingkungan hidup RI. 2004.  Penanganan Kasus Pencemaran Dan/Atau Perusakan Lingkungan Hidup Di Desa Buyat Pantai Dan Ratatotok Kecamatan Ratatotok Kabupaten Minahasa Selatan. http://www.menlh.go.id

2009. Dampak Kerusakan Lingkungan Pertambangan Newmont Merupakan Cermin Bisnis Yang Tidak Beretika . http://sepatanpaper.blogspot.com

 

2010. Kasus Teluk Buyat. http://constellationlifes.blogspot.com/

Poskan komentar dengan
Poskan komentar dengan

Tidak ada komentar: